
Sahroni Keras Tangani Aksi “Bubarin DPR”: Itu Mental “Orang Tolol Sedunia”
jakartaamanah.org – Jagat media sosial dihebohkan dengan munculnya seruan agar DPR RI dibubarkan—dipicu oleh perdebatan seputar kenaikan tunjangan anggota dewan. Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, secara lantang menyebut seruan tersebut sebagai hasil dari “mental orang tolol sedunia”.
Saat kunjungan kerja ke Polda Sumut pada Jumat, 22 Agustus 2025, Sahroni menegaskan bahwa kritik terhadap DPR sah saja, termasuk hujatan keras—selama disampaikan dengan penuh adab dan tidak merusak tatanan mental publik.
Menurutnya, menyerukan pembubaran DPR justru akan melemahkan fungsi legislatif, pengawasan, dan representasi rakyat—dengan potensi nyata mengguncang stabilitas sistem pemerintahan negara.
Kritik Boleh, Tapi Ada Adab yang Tak Boleh Dilanggar
Sahroni secara terbuka menyatakan dirinya siap menerima kritik—apapun bentuknya, bahkan panggilan hina seperti “anjing”, “babi”, atau “bangsat”. Namun dia mengingatkan agar warga tidak menyalahgunakan kekerasan verbal hingga menghancurkan mental manusia yang dituju.
“Kita boleh kritik, mau bilangin anjing, babi, bangsat … mampus nggak papa. Silakan kritik, tapi jangan mencaci maki berlebihan. Mental begitu adalah mental orang tertolol sedunia,” tegasnya.
Ia menekankan bahwa seruan ekstrem seperti “bubarkan DPR” menunjukkan bahwa pelakunya mungkin belum pernah menjalani kewajiban legislatif—bahkan tidak memahami kompleksitas pekerjaan wakil rakyat.
Tangisan Kritik Publik Dihadapi dengan Sindiran Pedas dan Humor
Selain kritik soal pembubaran DPR, Sahroni juga menampik anggapan elit legislatif anti masyarakat. Beberapa orang bahkan menilai statemennya arogan atau merendahkan, karena seolah menertawakan publik yang merasa ditinggalkan.
Sahroni disebut-sebut menempatkan dirinya terpisah dari rakyat—padahal menurutnya, peran DPR tak sekedar lembaga, melainkan representasi rakyat yang punya empati, tugas legislasi, dan pengawasan.
Respons warganet terhadap unggahan Sahroni bahkan beragam—ada yang mengecam, ada juga yang menyindir tajam dengan meme atau komentar sarkastik, mencerminkan jurang persepsi antara masyarakat dan wakil rakyat.
Kelembagaan DPR Harus Tetap Berfungsi, Bukan Hanya Jadi Sasaran Amarah
Sahroni mengingatkan bahwa DPR adalah lembaga penting yang menjalankan fungsi legislatif, pengawasan, dan representasi. Membubarkannya bukan solusi, justru akan menciptakan disfungsi pemerintahan.
Menurutnya, wacana ekstrem seperti itu sering datang dari orang yang tidak paham dinamika pemerintahan—atau yang tidak pernah merasakan bagaimana DPR bekerja.
Alih-alih membubarkan, solusi yang lebih realistis adalah evaluasi dan tuntutan perbaikan kinerja DPR, agar kepercayaan dan legitimasi yang pernah luntur bisa dibangun kembali.
Wacana Bubarkan DPR Meninggi di Tengah Isu Tunjangan Tinggi Anggota Dewan
Gelombang seruan bubarkan DPR muncul bersamaan dengan publikasi kenaikan tunjangan—mulai dari tunjangan rumah hingga paket komunikasi. Hal ini menambah kekecewaan warga terhadap lembaga legislatif.
Sahroni sendiri mengaku memahami tekanan publik, namun menyerukan kritik sehat masih menjadi jalur yang sah—selama disampaikan dengan tata krama dan fakta mendukung.
Ia berharap rakyat mengutamakan substansi kritik, bukan menyerahkannya dalam bentuk sarkasme atau ujaran yang melewati batas norma.
Penutup
Kesimpulan
Ahmad Sahroni mengambil sikap tegas terhadap seruan bubarkan DPR yang viral, menyebutnya sebagai pemikiran “orang tolol sedunia”. Ia menekankan bahwa kritik boleh, tapi harus dengan adab. Pembubaran DPR dianggap tidak realistis dan berbahaya bagi tatanan pemerintahan.
Harapan
Semoga momentum ini mendorong dialog yang lebih produktif—bukan hanya amarah di media sosial, tapi kritik yang membangun, transparan, dan mendalam demi perbaikan demokrasi dan kinerja legislatif.