
Proses Hukum Kasus Gus Yaqut Diduga Dipolitisasi: Mantan Penyidik KPK: “Ini Tidak Lazim!”
jakartaamanah.org – Kasus dugaan korupsi kuota haji tambahan tahun 2024 yang menyeret nama mantan Menteri Agama, Gus Yaqut Cholil Qoumas, sedang jadi sorotan. KPK menilai ada potensi kerugian negara hingga Rp 1 triliun atas pembagian kuota yang dianggap tidak sesuai aturan—ini mengundang kritik bahkan dari mantan penyidik KPK sendiri. Mereka menilai proses hukum kali ini “tidak lazim” dan rawan dipolitisasi. Yuk kita telaah lebih dalam.
Kejanggalan Prosedural Menurut Mantan Penyidik KPK
Dua mantan penyidik top KPK—Yudhi Purnomo dan Novel Baswedan—mengkritik proses penyidikan terhadap kasus ini lewat podcast “Integritas Novel Baswedan”. Mereka menyoroti beberapa hal yang dianggap menyimpang dari praktik biasa di era mereka bertugas.
Pertama, pencegahan ke luar negeri terhadap tiga orang—Gus Yaqut termasuk—padahal status mereka masih saksi, bukan tersangka. Yudhi menegaskan ini “nggak pernah terjadi” di masa dia menjadi penyidik.
Kedua, kasus ini sudah dinaikkan ke penyidikan meski belum ada tersangka yang ditetapkan. Novel menyebut hal itu bisa menimbulkan kesan KPK dipaksa menjadi alat politik. Di masa kejayaannya, proses naik ke penyidikan harus didukung dua alat bukti jelas—tapi kini itu tidak terpenuhi.
Yudhi juga mempertanyakan kejelasan alat bukti: “Dua alat bukti untuk siapa? Ditujukan ke siapa?” Ia menekankan bahwa penyidikan seharusnya jelas mengarah ke pelaku tertentu.
Mengapa KPK Bisa Mencegah dan Periksa Tanpa Tersangka?
KPK mengambil beberapa langkah penting untuk kelancaran penyidikan yang juga menuai kritik. Ada penjelasan resmi mereka.
Ketua KPK Setyo Budiyanto menyatakan pencekalan dilakukan agar pihak yang diperiksa tetap berada di Indonesia demi memudahkan pemanggilan. Pencekalan mulai berlaku 11 Agustus dan efektif selama enam bulan, untuk Gus Yaqut, staf khususnya Ishfah Abidal Aziz, dan pemilik Maktour.
KPK juga telah memeriksa sejumlah pihak, termasuk Gus Yaqut pada 7 Agustus dan 1 September 2025, serta staf khusus dan pihak travel haji seperti Maktour dan HIMPUH. Proses penyidikan telah berjalan intensif.
Selain itu, KPK menggandeng ahli hukum untuk menafsirkan Pasal 9 ayat (1) dan (2) UU Nomor 8 Tahun 2019, terkait kuota tambahan haji. Langkah ini bertujuan memperkuat dasar hukum penyidikan.
Apa Komentar Resmi dari Pihak Terkait?
Pihak Gus Yaqut melalui juru bicara Anna Hasbie menyatakan sangat menghormati proses hukum. Mereka menyebut Gus Yaqut akan mematuhi panggilan dan bekerja sama sepenuhnya, meski menganggap beberapa langkah KPK tampak tidak lazim.
KPK sendiri, melalui publikasi resmi, menyatakan sedang berkoordinasi dengan BPK untuk perhitungan kerugian negara yang lebih tepat dan menyeluruh.
Apa Arti Semua Ini untuk Kepercayaan Publik?
Pertama, kritik dari mantan penyidik KPK menunjukkan kekhawatiran serius soal menipisnya batas antara penegakan hukum dan kepentingan politik. Prosedur hukum seharusnya dijalankan secara sistematis dan obyektif—bukan atas desakan politik.
Kedua, penundaan penetapan tersangka bisa menimbulkan kesan lemah dalam penyidikan. Ini bisa menurunkan kepercayaan publik terhadap integritas lembaga antirasuah.
Ketiga, keterlibatan pakar hukum dan pengadopsian prosedur profesional tetap jadi sinyal positif: penyidikan tidak dilakukan asal-asalan dan tetap membutuhkan dasar hukum kuat.
Penutup – Standar Penegakan Hukum Jangan Turun Gara-gara Politik
Kasus Gus Yaqut memang penuh sorotan: dugaan korupsi kuota haji, penetapan penyidikan tanpa tersangka, dan kritik mantan penyidik KPK yang menyebut proses itu “tidak lazim”. Polemik ini harus menjadi pengingat: penegakan hukum harus dijaga dari tekanan politik dan tetap berdasar bukti objektif.
Semoga proses ini bisa berjalan adil dan transparan. Kalau tak, kepercayaan publik terhadap lembaga bisa makin terkikis—padahal KPK adalah garda pembela integritas penegakan hukum kita.