
Mengapa Gelar Kehormatan Dibagikan kepada Menteri Baru?
jakartaamanah.org – Pada 25 Agustus 2025, sejumlah menteri dan tokoh nasional menerima gelar tanda kehormatan dari Presiden Prabowo Subianto. Keputusan ini sempat memicu perdebatan karena beberapa menteri baru menjabat baru sekitar 10 bulan saja. Namun, Mensesneg Prasetyo Hadi menegaskan bahwa penghargaan itu tidak diberikan karena jabatan, melainkan berdasarkan prestasi nyata yang diraih dalam waktu singkat.
Prasetyo mencontohkan sektor pangan sebagai ilustrasi konkret: menteri terkait seperti Zulkifli Hasan (Menko Pangan) dan Amran Sulaiman (Menteri Pertanian) dianggap telah menunjukkan keberhasilan signifikan dalam waktu singkat, sehingga pantas menerima tanda kehormatan.
Penghormatan ini bukan untuk mengapresiasi kabinet secara keseluruhan, melainkan untuk menghargai inisiatif individu yang berdampak nyata—apakah di sektor pangan, sosial, infrastruktur, pendidikan, komunikasi, atau budaya.
Siapa Saja yang Menerima Gelar dan dalam Kategori Apa?
Berikut beberapa tokoh kabinet yang menerima gelar kehormatan pada 25 Agustus 2025 menurut berbagai sumber:
-
Bintang Republik Indonesia Utama
-
Menko Pangan: Zulkifli Hasan
-
-
Bintang Mahaputera Adipurna
-
Menko Pemberdayaan Manusia: Muhaimin Iskandar
-
Menteri ESDM: Bahlil Lahadalia
-
Menteri Sosial: Saifullah Yusuf
-
Menteri Pertanian: Andi Amran Sulaiman
-
-
Bintang Mahaputera Utama
-
Menko Infrastruktur: Agus Harimurti Yudhoyono
-
Menlu: Sugiono
-
Mendikdasmen: Abdul Mu’ti
-
Menbud: Fadli Zon
-
Mensesneg: Prasetyo Hadi
-
Menkominfo: Meutya Hafid
-
Seskab: Teddy Indra Wijaya
-
Selain itu, dari total 141 penerima tanda kehormatan, setidaknya 19 berasal dari kabinet—meliputi menteri, wakil menteri, hingga kepala lembaga pemerintah.
Landasan Filosofis Pemberian Penghargaan dalam Waktu Singkat
Menurut Istana, gelar kehormatan ini tidak sekadar simbol, tetapi merupakan pengakuan atas kontribusi individu yang melampaui tugas semata. Harapannya, penghargaan ini menjadi penyemangat agar para pejabat terus berkinerja lebih baik dan konsisten.
Lebih lanjut, Prabowo juga memperluas konteks penghargaan dengan menyebut bahwa tokoh dari berbagai bidang seperti kemanusiaan, kebudayaan, lingkungan, dan kesehatan juga turut diapresiasi—seperti ilmuwan atau penemu vaksin. Ini menunjukkan arah penghargaan semakin inklusif dan menghargai jasa nyata dari berbagai sektor.
Publik pun diingatkan untuk tidak melihat penghargaan ini sebagai hadiah instan, melainkan amanah berat yang harus dijalankan dengan integritas dan dedikasi tinggi.
Penutup & Implikasi untuk Pemerintahan dan Publik
Keputusan memberikan gelar kehormatan kepada menteri yang baru menjabat 10 bulan merupakan langkah tidak lazim dalam tradisi politik, tapi mencerminkan bahwa prestasi nyata tetap lebih dihargai daripada waktu jabatan. Ini memberi pesan kepada birokrat bahwa kualitas kerja semakin mendominasi dalam mendapatkan apresiasi negara.
Rangkuman:
-
Gelar kehormatan diberikan karena prestasi konkret, bukan lambang jabatan.
-
Fokus penghargaan awalnya ke sektor vital seperti pangan, dan juga melebar ke bidang lain.
-
Jumlah penerima signifikan, tapi hanya sebagian dari kabinet yang mendapat nilai tambah nyata.
Rekomendasi:
-
Publik bisa meminta laporan capaian para penerima penghargaan untuk memastikan penghargaan itu memang valid.
-
Media hendaknya melakukan pengawasan terhadap konsistensi kinerja para menteri setelah diberi gelar.
-
Pemerintah perlu menjaga semangat penghargaan berbasis prestasi ini agar jadi budaya dalam birokrasi nasional.