
Latar Belakang Viral Video Parodi DJ Sound Horeg
jakartaamanah.org – Eko Hendro Purnomo atau yang akrab dipanggil Eko Patrio dikenal sebagai politisi sekaligus komedian, dan baru-baru ini jadi sorotan karena unggahan video parodi DJ Sound Horeg yang viral di platform TikTok akun @ekopatriosuper.
Video singkat itu menampilkan dirinya sebagai DJ dengan musik “sound horeg”, disertai caption provokatif, “Biar jogednya lebih keren pakai sound ini aja.” Sayangnya, dibanding mengundang tawa, konten ini malah memicu kritik keras dari publik yang menilai sikap tersebut arogan dan menantang.
Sebelumnya, Eko sempat jadi sorotan karena ikut berjoget saat Sidang Tahunan MPR RI berlangsung—dengan iringan lagu daerah seperti Sajojo dan Gemu Fa Mi Re—yang banyak dikritik sebagai tidak peka terhadap kondisi rakyat.
Jadi bisa dibilang video parodi ini adalah bentuk respons atas badai kritik tersebut—niatnya lucu, malah jadi bumerang. Konteksnya adalah acara internal pembubaran panitia 17 Agustus di PAN, tapi tafsirannya sudah keburu jadi headline.
Klarifikasi dan Permintaan Maaf yang Disampaikan Eko Patrio
Eko akhirnya angkat bicara, menyampaikan klarifikasi sekaligus permintaan maaf dengan nada serius. Ia membantah semua maksud yang menyinggung atau menantang publik. Seperti yang disampaikan:
“Gak ada (maksud apa‑apa). Malah jauh banget itu (tafsirnya). Seandainya ada yang bagaimana‑bagaimana, ya saya sebagai pribadi minta maaf lah.”
Video itu, katanya, dibuat saat acara internal: pembubaran panitia 17 Agustusan. Bukan bagian dari isu serius atau sindiran politik.
Eko menjelaskan, aksi joget di ruang tunggu MPR juga spontan—bukan karena euforia tunjangan DPR—tapi sebagai bentuk apresiasi terhadap penampilan orkestra dari Universitas Pertahanan (Unhan).
Berbagai media mengangkat pernyataannya dengan cukup merata: Suara.com, IDN Times, Kumparan, hingga PorosJakarta. Mereka menekankan bahwa Eko berharap publik menghargai konteks dan tidak cepat menilai tanpa tahu latar sebenarnya.
Reaksi Publik & Perspektif Pengamat
Video parodi langsung dibanjiri komentar pedas dari netizen. Beberapa di antaranya menulis, misalnya:
“Oh nantangin lu? Mau jadi kayak Bupati Pati jilid 2 lu.”
“Astaghfirullah nantangin rakyat dia, catat partainya PAN.”
Tajam, ya?
Sementara itu, Heru Subagia, pengamat politik dan ekonomi, menilai permintaan maaf Eko terasa “setengah hati”. Menurutnya, Eko lebih minta maaf kepada elite dan kader PAN, bukan kepada publik yang merasa tersinggung. Ia menyebut langkah Eko terkesan defensif. Heru juga menyayangkan bahwa video tidak segera dihapus meski sudah ada masukan.
Pada sisi lain, Ketua MPR, Ahmad Muzani, menyatakan bahwa joget di sidang adalah bentuk relaksasi suasana dan bukan untuk mengejek rakyat. Serupa dengan klarifikasi Eko, ini menegaskan bahwa konteks harus dilihat lebih utuh.
Analisis Dampak & Makna di Balik Insiden
Dampak langsung:
Konten lucu berujung kontroversi, membawa Eko ke posisi defensif. Netizen makin nggak rileks saat anggaran publik dan tunjangan legislator jadi isu sensitif. Momentum ini memperkuat narasi bahwa figur publik harus hati-hati dalam berekspresi.
Makna penting:
-
Konsekuensi spontanitas – Video internal yang dibuat untuk seru‑seruan bisa cepat dipahami dengan cara yang berbeda di luar.
-
Respons cepat penting – Dalam era viral, klarifikasi terbuka yang transparan dianggap lebih tulus.
-
Publik masih sensitif – Apalagi di momen konflik ekonomi — politisi harus lebih cermat, terutama soal citra dan persepsi.
Saran praktis:
-
Eko Patrio & PAN: Pertimbangkan untuk mengedepankan empati dalam setiap konten, dan bila salah, lebih tegas minta maaf ke publik.
-
Publik: Hargai klarifikasi, tapi tetap kritis. Jangan langsung menganggap enteng, tapi juga jangan buru-buru menjudge tanpa lengkapnya konteks.
Kesimpulan & Penutup
Video parodi DJ Sound Horeg bikin geger karena timingnya barengan kritik terhadap tunjangan DPR. Walau niatnya lucu dan internal, banyak yang tersinggung dan menafsirkan secara negatif. Eko Patrio akhirnya minta maaf—sebagai pribadi—dan jelaskan latar video, tapi kritik soal kesan defensif tetap muncul.
Rekomendasi penutup:
-
Figur publik: Lebih peka dengan timing dan kontekstual konten—apalagi di era medsos tanpa filter.
-
Media & publik: Dukung iklim komunikasi yang kritis tapi adil: dengarkan klarifikasi dan lihat situasi lebih luas sebelum menjudge.